Jumaat, 9 Mac 2012

KEDINGINAN EMBUN DI BAHANG MENTARI


Bila diri dirundung pilu bagai sinar pagi dilitupi awan kelabu, yang menanti masa untuk langit menangis menitiskan hujan.Betapa alam akan basah tersimbah, pohon kayu jatuh rebah dipukul ribut.Guruh dan petir bersabung berdentum menggegar gempita memecah suara deraian hujan dan desiran angin.

Ketika rindu bergelodak membisik jiwa, perasaan bagai diamuk gelora di lautan, menggunung ombak bergulung menghempas dan menghanyut buih-buih terapung.Tanpa arah tujunya buih-buih dibawa ombak menggila, mungkin ke tengah lerai bersabung atau terhempas ke batu berkecai terdampar di pantai.

Di waktu bicara lembut dibuai kesunyian hati dan perasaan berterbangan laksana cebisan kapas berterbangan dibawa angin entah kemana tujuan.Mengharap lekat di rantingan pohon menumpang seketika akhirnya dibaham sinar mentari, dibasahi hujan sehingga reput menjadi debu-debu leroi jatuh ke tanah.

Kala hati sudah membara terbakar manakan terpujuk rayu semanis madu terasa lalu menambah pedas di jiwa dipermainkan kata-kata untuk diterima terasa manis bertukar sepahit hempedu.Kata-kata penawar sudah tiada berguna setelah semuanya sudah diserap tuba bercuka menambah bisa dan pedih luka.

Kasih yang diharapkan suci sedingin titisan embun di subuh hari hanyalah palsu cuma singgah menyapa sebentar cuma di daun-daun menambah kecelaruan rasa bila sinar mentari cemburu memancar akan hilanglah embun lenyap begitu sahaja entah kemana pula perginya menambah lagi derita.

Maka kecewa dan laralah hidup  laksana bunga layu ditampok, dan patah terkulai pula dari tangkainya.Dari sehari ke sehari warnanya semakin hambar tiada berseri dan pudar lalu mengecut gugur ke bumi, tercampak ke penjuru sepi, tidak siapa sudi memandang dan menghargainya, akhirnya berkecai reput dimamah tanah.




Tiada ulasan:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...